Seleksi Terbuka JPT, Antara Syarat dan Isyarat

Sumber gambar: https://bkd.trenggalekkab.go.id/2019/05/14/seleksi-terbuka-7-jpt-2019/

Oleh: Andri Satria Masri, S.E., M.E.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU 5/2014), pengisian jabatan Pejabat Pimpinan Tinggi (JPT) baik di tingkat Utama, Madya maupun Pratama di seluruh tingkatan dan instansi pemerintah harus melalui kebijakan Seleksi Terbuka (Selter).

Seringkali masyarakat umum salah dalam mengartikan Selter ini dengan Lelang Jabatan, padahal konsepnya berbeda antara Selter dengan Lelang. Selter melalui tahapan seleksi administrasi, tes potensi akademik, dan pemaparan makalah plus wawancara dengan Tim Seleksi (Timsel). Sementara lelang identik menggunakan uang untuk mendapatkan jabatan yang diinginkan.

UU 5/2014 Pasal 108 ayat (1) mengamanatkan bahwa Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan  madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga, Selter ini pada dasarnya mengusung semangat menciptakan aparatur yang memiliki profesionalisme yang berbasis sistem merit.

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi tonggak baru dalam pelaksanaan manajemen ASN di Indonesia karena di dalam undang-undang tersebut telah diatur pelaksanaan merit system atau sistem merit.

Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.

Pada dasarnya prinsip sistem merit mensejajarkan aspek kompetensi (competence), kualifikasi (qualification), prestasi kerja (performance), adil (fairness), dan terbuka (open) (BKN, 2018). Sistem merit juga dapat diartikan sebagai sistem prestasi kerja melalui pemberian penghargaan pada prestasi kerja dengan mengutamakan keahlian, keterampilan, efektifitas, dan efisiensi (Mahmudi, 2015).

Di atas kertas semua narasi di atas terlihat indah dan memberikan harapan baru kepada ASN terutama, bahwa melalui UU 5/2014 manajemen ASN akan tertata dengan baik dan sistem rekrutmen JPT berjalan dengan fair dan adil berdasarkan kompetensi dan kualitas.

Sebelum diimplementasikannya Selter, pengisian jabatan JPT sudah menjadi rahasia umum adanya jual beli jabatan di kalangan pejabat pemerintah. Dalam hal ini Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan seleksi terbuka basis merit system.

Jika berkaca pada kasus yang terjadi di tahun 2015 yaitu di beberapa kementeriaan diduga tidak melaksanakan Selter untuk pergantian jabatan eselon I dan II maka KASN telah bertindak tegas dengan mengirimkan surat panggilan kepada sekretaris masing-masing kementerian untuk dimintai keterangan.

Surat panggilan dikeluarkan karena keempat instansi pemerintah, yaitu Kementerian Koordinator Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Perhubungan tersebut dinilai tidak mematuhi UU ASN untuk melaksanakan sistem merit. Selanjutnya, akan ada sanksi pembatalan jika terbukti tidak sesuai prosedur seperti yang ada pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 13 Tahun 2014 yang mengatur tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (Detik.com, 2019).

UU, PP, Peraturan Menteri dan peraturan pendukung lainnya yang mengatur kebijakan Selter ini pada dasarnya sudah lengkap tinggal dijalankan oleh instansi pemerintahan. Pada kenyatannya kebijakan Selter ini memang telah dilaksanakan dengan baik tetapi masih menyisakan satu celah yang dulunya sudah diprediksi akan terjadi oleh pembuat kebijakan di pusat.

Waktu UU ASN digodok, Pasal 108 dan pasal-pasal selanjutnya tentang Selter ini pernah ditolak terutama oleh pimpinan daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) karena dirasa akan mengambil hak prerogatif kepala daerah dalam menyusun pembantu-pembantunya. Sementara pasal 108 tersebut semangatnya ingin menghilangkan kebiasaan buruk jual beli jabatan.

Satu sisi, benar adanya bahwa siapa yang akan dipilih kepala daerah untuk membantunya selama lima tahun dalam pemerintahannya adalah hak prerogatif yaitu pejabat yang dipilih adalah yang bisa memahami keinginan dan harapan kepala daerah. Jika yang terpilih melalui Selter bukan orang seperti itu tentu menghambat jalannya roda pemerintahan. Sisi lain, mekanisme pemilihan JPT tidak melalui Selter dikutirkan tidak memenuhi syarat kepantasan menjadi JPT.

Dilema ini akhirnya mendapatkan jalan tengah yaitu Selter tetap dilakukan tetapi keputusan akhir siapa yang dipilih diserahkan kepada kepala daerah.

Jalan tengah ini sebenarnya adalah jalan yang sia-sia dan menimbulkan kemubaziran keuangan pemerintahan. Selter membutuhkan biaya, waktu dan tenaga serta pemikiran dan melibatkan perasaan. Biaya, waktu dan tenaga oleh pemerintah; waktu, tenaga dan perasaan bagi peserta. Sementara, siapa yang akan dipilih kepala daerah sudah ada dalam catatan yang disimpan di kantongnya.

Sebaiknya Pasal 108 dan turunannya dihapus saja dalam UU 5/2014 karena hanya menghamburkan uang negara. Kembalikan saja kebijakan pemilihan JPT kepada konsep lama yang tidak membutuhkan biaya dari kas negara. Masalah jual beli jabatan ini adalah konsekwensi dari kebijakan Pemilu Kepala Daerah Secara (Pilkada) Langsung yang membutuhkan biaya besar bagi pesertanya.

Secara sederhana, solusi menghilangkan transaksi jual beli jabatan adalah dengan menghilangkan kebijakan Pilkada Langsung, setidaknya bisa diminimalisir.

"Untuk bisa meraih jabatan di Selter JPT sebenarnya hanya butuh dua modal yaitu Syarat dan Isyarat," kata Rektor Universitas M. Natsir Bukittinggi, Afridian Wirahadi Ahmad suatu kali pada saya.

Syarat adalah persyaratan yang diminta oleh panitia seleksi sedangkan Isyarat adalah pesan tersirat dari kepala daerah kepada siapa yang akan dipilih nantinya.

Walau Anda memenuhi syarat 100% bahkan bergelar Profesor sekalipun, tapi kalau isyarat dari kepala daerah tidak Anda miliki, yakinlah, Anda tidak akan terpilih.

(Penulis adalah Ketua Dewan Pakar Majelis Daerah KAHMI Pariaman)

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini