PROGRAM PADANG PARIAMAN SEHAT, BAGAIMANA NASIBNYA KINI?

Oleh: Andri Satria Masri, S.E., M.E.

Tulisan ini beranjak dari tulisan penulis sendiri yang berjudul "Padang Pariaman Sehat, Pelayanan Prima Pemkab Padang Pariaman di Bidang Kesehatan" yang dimuat Koran Harian Haluan tanggal 20 Mei 2015. Dalam tulisan tersebut penulis mengapresiasi inovasi Dinas Kesehatan karena memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat di bidang kesehatan.

Inovasi tersebut dilaunching langsung oleh Menteri Kesehatan RI, Nila Djuwita F. Moeloek di aula kantor Bupati Padang Pariaman tanggal 20 Februari 2015.

Program Padang Sehat (PPS) adalah sebuah program kebijakan Pemkab Padang Pariaman yang berkeinginan menciptakan kondisi yang sehat bagi warga Padang Pariaman. Sebagai sebuah program maka jelas tujuannya adalah sesuai dengan judul program tersebut yaitu menjadikan Padang Pariaman sebagai kabupaten yang sehat, meyehatkan, bersih, nyaman, aman dan menyenangkan untuk ditinggali.

Berdasarkan paparan Bupati Ali Mukhni kepada Menteri Kesehatan pada saat launching, PPS yang telah diterapkan sejak awal Juli 2014 ini adalah paradigma baru dalam pelayanan kesehatan dimana sebelumnya bidan desa dan semua petugas kesehatan lainnya hanya menunggu masyarakat di poliklinik desa (polindes), puskesmas pembantu (pustu), pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau rumah sakit, sekarang diwajibkan melakukan kunjungan ke rumah-rumah penduduk di wilayah kerja masing-masing setiap harinya untuk mengecek apakah ada keluarga yang yang bermasalah kesehatannya, jika ada langsung diobati, jika penyakitnya memerlukan penanganan lebih lanjut, bidan harus membawa ke puskesmas atau merujuk ke rumah sakit dan seluruh biaya di tanggung oleh pemerintah.

PPS melibatkan seluruh pihak supaya masyarakat miskin yang berobat agar bisa “dikeroyok bersama” untuk memberikan pelayanan kesehatan. Contohnya Wali Korong, Wali Nagari, Camat berperan dalam pengurusan BPJS dan bantuan Badan Amil Zakat. Sehingga keluarga pasien tidak perlu repot-repot mengurus segala bentuk proses administrasi berobat. Masyarakat benar-benar dilayani se-prima mungkin oleh Pemerintah Kabupaten.

Ali Mukhni sangat yakin PPS sukses diterapkan di Kabupaten Padang Pariaman karena memiliki sarana dan prasarana pendukung yang memadai.  Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (2015), Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman memiliki 25 unit puskesmas, 68 unit pustu, 50 unit pos kesehatan desa (poskesdes). Sementara itu, SDM yang dimiliki adalah 44 orang dokter, 295 orang bidan di puskesmas, 317 orang bidan desa di korong/desa, ditambah PNS Dinas Kesehatan sebenyak 636 orang.

Dilihat dari ketersediaan sarana prasarana maka PPS ini sangat siap dijalankan di Padang Pariaman yang memiliki 17 kecamatan dan 60 nagari dengan warga lebih dari 400 ribu jiwa. 

Rasio penduduk dengan puskesmas adalah 16 ribu. Rasio penduduk dengan pustu 5.882. Rasio dokter dengan penduduk adalah 9.091. Rasio penduduk dengan bidan adalah 1.355. Tinggal lagi dukungan dana guna operasional dan pembiayaan melalui BPJS dan Baznas.

Tidak kalah pentingnya dari sarana prasarana di atas adalah komitmen, kerjasama dan koordinasi antara Dinas Kesehatan dengan pemangku kepentingan lainnya seperti Camat, Wali Nagari, Wali Korong, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda dan masyarakat lain yang peduli dengan kesehatan masyarakat termasuk dalam hal ini adalah Baznas, Organisasi Perantau (PKDP), BUMD, Ormas, dll.

Tenaga medis adalah pelaku utama dalam PPS, namun tanpa dukungan dari berbagai pihak mustahil capaian tujuan program akan terpenuhi dalam waktu satu tahun anggaran.

Format PPS ini patut dipuji. Format ini contoh nyata pelayanan prima pemerintah kepada masyarakat. Kalau selama ini, masyarakat sendirilah yang peduli dengan kesehatannya. Jika dia tidak peduli maka kesehatannya tidak ada yang akan memperhatikan. Dengan PPS, seluruh komponen yang terlibat saling mempedulikan kesehatan, terutama bidan yang bertugas di puskesmas, pustu, polindes, posyandu. Jika tenaga medis atau masyarakat yang mengetahui kondisi buruk dari salah seorang warga maka secepatnya ditangani melalui tindakan medis. Sementara itu tenaga medis melakukan pemeriksaan rutin kesehatan masyarakat melalui kunjungan langsung ke rumah warga atau menghubungi warga melalui alat komunikasi.

Dibandingkan beberapa tahun silam, tidak terbayang oleh kita bagaimana masyarakat masing-masing sibuk memikirkan diri sendiri, pemerintah juga sibuk dengan programnya. Tetapi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah tidak kunjung memuaskan. Terbayang oleh kita, berobat ke rumah sakit berharap bisa sembuh dari penyakit malah mendapat penyakit lain seperti darah tinggi karena menahan marah mendapatkan pelayanan yang buruk dari tenaga medis. Saat ini, pemerintah mulai merubah paradigma melayani masyarakat. Bahkan dengan PPS masyarakat dikunjungi untuk diperiksa kesehatannya. Jika dilakukan tindakan medis akan dibiayai oleh BPJS dan Baznas.

Tahun 2005, dalam sebuah acara resmi daerah, Bupati Padang Pariaman, Muslim Kasim menyampaikan program berobat gratis di Padang Pariaman. Di sebelah penulis seorang pegawai Dinas Kesehatan bergumam, "Program yang sangat sulit untuk dilaksanakan," katanya pesimis. Bayangkan, pegawai Dinkes menyangsikan program berobat gratis bagi masyarakat. Kemudian terbayang juga perlakuan tenaga medis di rumah sakit, puskesmas yang sangat buruk. Apalagi si pasien memakai Askes (BPJS) atau bermodal surat keterangan tidak mampu dari Wali Nagari dan Camat. Maka, tidak heran program di bidang kesehatan banyak yang mergaukan keberhasilannya.

Harapan masyarakat, dengan program PPS ini kesehatan masyarakat dapat terjamin terlebih lagi masyarakat yang kurang mampu atau miskin. Program ini akan menjadi dambaan bagi masyarakat yang ingin menikmati kesehatan guna menjalani kehidupan dan mencari penghidupan.

Jika masalah kesehatan sudah ditanggulangi oleh pemerintah maka masyarakat bisa konsentrasi bekerja mencari nafkah dan anak-anak belajar dengan tenang. Masyarakat juga berharap, pelayanan pemerintah lainnya akan seperti PPS terutama di bidang keamanan, ekonomi dan sosial.

Kabar terakhir PPS ini menginspirasi Kementerian Kesehatan untuk  melahirkan program Program Indonesia sehat dengan pendekatan Keluarga (PISPK).

Apa Kabar PPS Sekarang?

Enam tahun berselang, saat Covid-19 menjadi pandemi di seluruh belahan dunia tidak terkecuali di Kabupaten Padang Pariaman, bagaimanakah nasib PPS sekarang? Apakah masih ada atau sudah menjadi catatan sejarah masa lalu?

Berdasarkan informasi yang penulis dapat saat menjadi Kepala Bagian Humas dan Protokol tahun 2017 - 2019, penulis mendapatkan keluhan dari beberapa bidan di nagari-nagari terkait pelaksanaan PPS. Keluhan itu pada umumnya menyangkut biaya operasional dan biaya komunikasi dalam proses pelaksanaan PPS.

Menurut para bidan di nagari, PPS membutuhkan biaya operasional ekstra pada diri masing-masing bidan. Biasanya mereka bekerja pasif menunggu warga yang sakit lalu diwajibkan mengontrol warga ke rumah masing-masing. Pada awal PPS dilaksanakan, minggu pertama para bidan bersemangat mengunjungi warga. Minggu berikutnya bidan hanya mengontrol melalui alat komunikasi telepon genggam. Ketika ditanyakan kenapa tidak melakukan kunjungan ke rumah warga, dijawab oleh bidan: "Kalau dilakukan setiap minggu ke seluruh rumah warga besar sekali biaya operasionalnya. Lebih baik dihubungi lewat telepon atau menunggu telepon dari warga jika mereka membutuhkan tindakan medis".

Pada saat pandemi berlangsung, seharusnya PPS lebih dintensifkan sehingga penularan dan penanganan warga yang terpapar Covid-19 dapat ditangani dengan baik dan cepat.

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini