Rahasia Puasa Ramadhan


Tulisan ini bukan dimaksud sebagai tulisan tausiyah atau ceramah Ramadhan. Tulisan ini sebuah perenungan yang belum selesai sebenarnya. Karena saya sudah tidak sabar ingin share maka tulisan separuh selesai ini sudah diposting dengan maksud meminta tanggapan dan komentar dari pembaca. 

Judul di atas sebenarnya menyiratkan pertanyaan dari saya: Apakah rahasia di balik perintah puasa di bulan Ramadhan oleh Allah Swt? Pertanyaan ini muncul sebagai hasil renungan melihat bahwa pelaksanaan puasa pada masa sekarang, menurut hemat saya, telah jauh menyimpang dari tujuan sebenarnya. 

Sependek pengetahuan saya, puasa diperintahkan oleh Allah Swt kepada umat Nabi Muhammad saw agar menjadi orang-orang yang bertaqwa.

Mari kita samakan dulu persepsi apa yang disebut dengan orang bertaqwa. Secara sederhana, orang dikatakan bertaqwa adalah mengerjakan dengan penuh upaya apa yang diperintah oleh Allah, serta meninggalkan dengan penuh daya apa yang dilarang oleh Allah. 

Ada juga yang mengatakan, orang bertaqwa adalah menjadi orang yang benar-benar baik. Baik dari sisi Allah maupun sesama manusia. Orang-orang yang bertaqwa pasti selalu melakukan kebaikan. Dimanapun keberadaannya pasti akan senantiasa melakukan kebaikan. 

Ada lima ciri-ciri orang bertaqwa di antaranya: Menafkahkan sebagian harta, Menahan amarah, Memberi maaf, Mengerjakan kebaikan dan Mohon ampun atas kesalahan. 

Dalam ciri-ciri orang bertaqwa ada ciri menahan amarah. Di sinilah relevansinya puasa dengan tujuan menjadi orang bertaqwa yaitu Allah Swt mengajarkan kepada kita bagaimana belajar menahan amarah. Pertanyaannya, apakah dalam pelaksanaan puasa pada masa sekarang kita sudah bisa menahan amarah dari godaan amarah dalam bentuk apapun? 

Jujur, saya sendiri belum bisa melakukannya. Saat mengendarai mobil saja, ada mobil di depan yang jalannya pelan membuat amarah saya naik sehingga saya mencoba untuk mendahuluinya. Saat belum bisa mendahului amarah saya tambah naik. Umpatan kesal dalam hati terlontar. Setelah dapat mendahului alangkah puasnya diri saya telah bisa mengungguli orang lain. Amarah masih mengendalikan diri saya. 

Kalau soal menahan lapar dan dahaga, bukan sombong, saya sudah terlatih sejak kelas 1 SD. Sekarang saja bisa diuji dengan melihat orang makan lahap di depan saya di siang hari, Insyaallah saya tidak akan tergoda. 

Menahan hawa nafsu (libido), alhamdulillah itu juga perkara kecil. Pendek kata, menahan yang membatalkan puasa sudah bisa dikuasai kecuali menahan amarah. 

Bagaimana dengan meningkatkan ibadah selama bulan Ramadhan, Qiyamul Lail, membaca Al-Quran, dll? Ini juga masih belum sempurna. 

Kembali ke pertanyaan awal, lalu rahasia apa sebenarnya yang ada di balik perintah puasa di bulan Ramadhan ini selain menyuruh menahan yang membatalkan puasa di siang hari? 

Puasa adalah Rukun Islam keempat setelah Membayar zakat. Latar belakang puasa menjadi salah satu Rukun Islam hampir sama dengan Membaca syahadat, sulit mencarinya dan tidak diketahui asal usulnya. Beda dengan Mengerjakan salat, karena ada peristiwa Isra' Mi'raj.

Membayar zakat, menurut pendapat mayoritas ulama, zakat mulai disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah. Di tahun tersebut zakat fitrah diwajibkan pada bulan Ramadhan, sedangkan zakat mal diwajibkan pada bulan berikutnya, Syawal. Jadi, mula-mula diwajibkan zakat fitrah kemudian zakat mal atau kekayaan.

Melaksanakan haji bermula dari masa Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk membuat Ka'bah sebagai tempat ibadah yang dikunjungi oleh umat manusia. Nabi Ibrahim juga diperintahkan untuk menyembelih putranya, Isma'il, sebagai tanda ketaatan dan pengorbanan. 

Sejarah turunnya perintah puasa hanya dapat ditelusuri dari Surat Al-Baqarah ayat 183 yaitu, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” 

Dari ayat ini selain ditujukan untuk kita menjadi orang bertaqwa, kita jadi tahu bahwa puasa itu juga dilakukan oleh orang-orang terdahulu bahkan sudah sejak Nabi Adam as. Setidaknya tafsir puasa untuk Nabi Adam dan Siti Hawa saat masih di Surga adalah puasa memakan buah (Khuldi) yang dilarang oleh Allah. Menurut Ibnu Katsir, puasa Nabi Adam as dilakukan selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa Nabi Adam as berpuasa setiap tanggal 10 Muharam. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan syukur atas pertemuannya dengan Hawa di Arafah. 

Nabi Nuh as melakukan puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas keselamatan dirinya dan kaumnya dari badai dan banjir. Ada juga mengatakan Nabi Nuh as berpuasa ketika sedang berada di atas bahtera yang dibuatnya untuk menyelamatkan manusia yang beriman dari banjir bandang. Menurut Ibnu Katsir, puasa Nabi Nuh ini dilakukan selama satu tahun penuh kecuali dua hari raya. 

Nabi Musa as berpuasa saat beliau sedang bermunajat di Gunung Tursina selama 40 hari. 

Nabi Yusuf as berpuasa saat ia sedang menjalani hukuman di penjara akibat fitnah telah berbuat tidak senonoh kepada Zulaikha. 

Nabi Ibrahim as berpuasa ketika dilemparkan oleh Raja Namrud ke dalam api. Dalam keadaan berpuasa, beliau berdoa kepada Allah Swt agar diselamatkan dari api yang panas sehingga api tersebut menjadi dingin. 

Nabi Yunus as berpuasa saat berada dalam perut ikan Nun atau ikan paus. Saat waktu berbuka, ia memakan buah yang tumbuh di tepi pantai yang bentuknya seperti labu setelah dimuntahkan oleh ikan yang menelannya. 

Nabi Ayub as hidup dalam kekurangan, dan menderita penyakit menahun. Beliau banyak melakukan puasa dan beribadah kepada Allah SWT. 

Nabi Syuaib as adalah sosok yang terkenal saleh dan banyak melakukan ibadah puasa. Selain itu, kehidupan beliau pun sangat sederhana. Puasa bagi Nabi Syuaib adalah sarana untuk mendekatkan diri dan bertakwa kepada Allah. 

Nabi Daud as biasa berpuasa satu hari dan berbuka (tidak berpuasa) satu hari. Disebutkan dalam perjanjian lama bahwa ketika putranya sakit keras, Nabi Daud as berpuasa selama tujuh hari untuk memohon kesembuhan anaknya. Namun, sang putra meninggal pada hari ketujuh beliau berpuasa. Nabi Daud puasa satu hari puasa satu hari tidak selama hidup. Oleh Nabi Muhammad saw, puasa Nabi Daud ini dinilai sebagai puasa yang sangat luar biasa tinggi pahalanya. 

Bagaimana puasanya Nabi Isa as? Umat nasrani pada saat itu diwajibkan berpuasa 40 hari setiap tahunnya sebagaimana yang dilakukan Nabi Isa berpuasa sebanyak itu. 

Puasa mereka sebelumnya sama dengan kita dalam hal tidak boleh makan dan minum. Akan tetapi puasa mereka lebih lama yaitu setiap harinya 24 jam selama 40 hari. 

Setelah itu mereka meringankan ibadah puasa dengan hanya memakan makanan yang tidak memiliki ruh. Artinya, mereka dilarang memakan daging hewan. Adapun makanan yang tidak ada ruhnya boleh dimakan seperti sayuran. Hingga saat ini kaum Nasrani masih ada yang mengamalkan amalan puasa tersebut. 

Umat agama lain juga melakukan puasa. Umat Buddha menjalankan puasa di hari-hari menjelang tanggal 1, 8, 15, dan 23 malam menurut penanggalan lunar. Biasanya terdapat empat hari Uposatha, jadi setiap tujuh hari atau dalam satu minggu terdapat satu hari Uposatha, tetapi kadangkala di dalam satu bulan terdapat lima hari Uposatha. 

Menurut agama Hindu, puasa adalah pengendalian nafsu indera, pengendalian nafsu. Sehingga puasa tidak hanya menahan haus dan lapar, tidak merasakan menjadi orang yang berkekurangan, dan tidak hanya menghapus dosa dengan janji surga. 

Jadi, semua umat beragama di atas bumi ini punya aturan dan perintah berpuasa. 

Sekarang kita lihat puasanya Nabi Muhammad yang kemudian kita ikuti karena ada perintah dalam Al-Quran. Puasa umat Nabi Muhammad dilakukan mulai Subuh sampai Maghrib selama 30 hari. Dibandingkan umat terdahulu mungkin puasa kita masih ringan, kenapa? Karena sebenarnya, puasa kita hanya mengubah waktu makan. Makan pagi dan siang dipindahkan sebelum Subuh. Makan malam tetap. Jadi, kalau hanya sekedar menahan lapar dan dahaga sebenarnya belum begitu berat karena waktu makan kita saja yang berubah. 

Jadi, ada hal lain dalam puasa Ramadhan ini. Dan kenapa harus dilakukan pada bulan Ramadhan? Apa istimewanya dengan bulan Ramadhan? 

Puasa kalau hanya sebatas menahan lapar dan dahaga jelas kita jauh tertinggal dari umat terdahulu bahkan oleh umat agama lain. Lalu apa istimewanya puasa kita dibandingkan puasa umat terdahulu atau dari umat agama lain? 

Dari berbagai sumber dapat kita paparkan di sini keistimewaan puasa umat Nabi Muhammad saw dibandingkan puasa umat terdahulu atau umat agama lain. 

Menurut Zakiyuddin Baidhawy dalam Pengajian PP Muhammadiyah pada Jumat (18/03/2023), salah satu bentuk keistimewaan puasa dalam tradisi Islam ialah puasa bertujuan untuk pengekangan hawa nafsu, bukan penebusan dosa. Puasa merupakan sarana bagaimana umat Islam mengendalikan dorongan-dorongan biologis seperti makan, minum, amarah, dan bercinta. Karenanya, karakter puasa dalam Islam itu sangat dekonstruktif terutama terhadap ajaran Jahiliyyah yang rakus, tamak, dan suka melakukan kejahatan yang melampaui batas. 

“Berpuasa memiliki karakter dekonstruktif terhadap hal-hal yang melampaui batas. Karena Allah tidak menyukai segala hal yang melampaui batas, termasuk hasrat kita untuk makan dan minum. Kata Rumi, nafsu duniawi adalah tipu daya dari semua berhala,” terang Guru Besar IAIN Salatiga ini. 

Di samping sebagai anugrah yang diberikan Allah Swt, nafsu juga dapat menjadi musibah. Semua sumber kejahatan biasanya berasal dari keinginan primitif yang tidak terkendali ini. Kehadiran puasa diharapkan menjadi tembok penghalang dari nafsu hewani sehingga menjadi manusia yang bertakwa. 

“Kekhasan dari puasa yang diajarkan Islam itu bukan menghilangkan nafsu melainkan mengendalikan nafsu. Karena manusia tanpa nafsu tidak akan memiliki motivasi untuk menjalani hidup, sehingga yang dilakukan Islam ialah bagaimana cara mengendalikannya,” ucap Zakiyuddin. 

Selain itu, ada sepuluh keutamaan bulan Ramadhan. 1. Bulan Ramadhan adalah bulan turunnya Al-Qur'an untuk pertama kali. Merujuk pada keutamaan ini, umat Islam dapat memperbanyak membaca Al-Qur'an selama berada pada bulan suci ini. 2. Bulan kesabaran. 3. Penuh berkah. 4. Dibukanya pintu Surga. 5. Ada malam Lailatul Qadar. 6. Ada doa yang mustajab. 7. Bulan jihad dan perjuangan. 8. Diampuni dosa. 9. Bulan berbagi 10. Bulan umroh. 

Kesepuluh keutamaan bulan Ramadhan di atas semua kita pasti hafal luar kepala. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa setiap bulan Ramadhan, sepuluh keutamaan bulan Ramadhan itu seperti tidak berbekas kepada diri kita? Apa buktinya? Buktinya adalah kenapa setiap bulan Ramadhan kebanyakan kita tidak banyak melakukan ibadah melebihi hari-hari di luar bulan Ramadhan? 

Dalam bayangan saya, bulan Ramadhan adalah bulan di mana kita benar-benar melakukan ritual ibadah yang kuantitasnya luar biasa banyak, kualitasnya meningkat, perhatian lebih fokus, tidak mau terganggu dengan aktivitas lainnya. Ibaratnya, di bulan puasa adalah saat kita "bersemedi" meninggalkan semua hal yang bersifat duniawi. Mirip-mirip dengan orang Satariyah melakukan Suluk. Hanya satu bulan dalam setahun. 

Di luar ekspektasi saya, umat Islam sekarang bukannya khusuk menjalankan ibadah puasa malah membuat tradisi berpuasa di luar tujuan yang diharapkan. Puasa mengajarkan kita untuk empati dengan orang yang tidak beruntung secara ekonomi sehingga dalam kehidupan mereka pernah merasakan tidak makan enak dalam satu hari. Tidak merasakan nikmatnya kebersamaan dengan keluarga. Tidak bisa melaksanakan Qiyamul Lail. Tidak mampu baca Al-Quran sampai dengan mengkhatamkannya, dan lain sebagainya. 

Sebaliknya kita bisa merasakan makan dan minum yang berlebihan dibandingkan di luar Ramadhan. Kita menemukan pabukoan yang enak-enak. Kita bisa melaksanakan salat Tarawih berjemaah. Sahur dengan makanan yang mengundang selera. Terkadang bisa melaksanakan Buka Bersama (Bukber) dengan teman alumni, sekantor, dll. 

Saat berbuka kita sering mengutamakan berbuka, memang Nabi mengajarkan saat masuk berbuka, jangan ditunda-tunda, segera batalkan puasa dengan meneguk air atau makanan lainnya. Menyegerakan berbuka itu sunnah, sedangkan shalat Maghrib wajib. Saat mengikuti acara buka bersama sering kita habiskan waktu berbuka dibandingkan menyegerakan salat Maghrib. Sehingga lebih utama sunat dibandingkan yang wajib. 

Tradisi yang tidak diajarkan oleh Nabi. Tidak ada salahnya juga tetapi esensi puasa menjadi memudar sehingga sulit mencapai derajat taqwa. Itu sebabnya, kita tidak pernah merasakan perubahan setelah Ramadhan usai. Ramadhan hanya menjadi ritual tahunan yang kehilangan esensi dan makna. Di akhir Ramadhan apalagi. Semua yang kita latih selama 30 hari, hilang lenyap tanpa bekas dalam satu hari. 

(Diolah dari berbagai sumber informasi).

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini