Hemat Menggunakan APBD

Sumber gambar: https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-utamakan-pengetatan-alamiah

Oleh: Andri Satria Masri, S.E., M.E.

Sependek pengetahuan saya, sejak tahun 2005 (tahun pertama saya mulai bergabung menjadi ASN Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman) sampai sekarang, APBD Kabupaten Padang Pariaman selalu menggunakan konsep APBD Defisit (mohon koreksi apabila saya salah).

Sebelum jauh, saya jelaskan dulu apa yang dimaksud dengan APBD Defisit.

Secara sederhana, defisit dimaksudkan adalah kondisi anggaran sebuah organisasi mengalami pengeluaran yang lebih besar dibandingkan penerimaannya (penghasilannya) dalam satu tahun anggaran.

Dalam konsep penyusunan APBD, APBD yang disusun berbasis Defisit Anggaran berarti suatu pemerintahan merencanakan atau mengalokasikan anggarannya lebih besar untuk dibelanjakan dibandingkan perkiraan penerimaan yang akan diperoleh.

Jika uang di kas lebih sedikit dibandingkan rencana apa yang akan dibelanjakan, lalu dengan apa harus ditutupi? Dalam APBD, defisit anggaran akan dibiayai dengan penerimaan pembiayaan. Penerimaan pembiayaan itu antara lain Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman (utang), hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan (lelang kendaraan atau mobiler bekas), dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.

Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, jumlah SiLPA APBD tahun sebelumnya yang banyak membuat pembuat rencana anggaran menjadi sangat yakin untuk menyusun APBD dengan konsep defisit anggaran. Kenapa SiLPA sering banyak? Bisa jadi karena terjadinya perubahan harga barang dan jasa atau terjadi gagal pelaksanaan kegiatan (gagal tender, dll).

APBD Defisit merupakan hal yang biasa terjadi di seluruh lini pemerintahan bahkan juga terjadi pada APBN karena tidak ada yang pasti dalam penyusunan anggaran. Dalam penyusunan anggaran selalu menggunakan berbagai asumsi atau perkiraan terhadap semua indikator ekonomi mikro dan makro yang digunakan dalam penyusunan anggaran. Seperti Pertumbuhan Ekonomi (PE), Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Harga Minyak, Tingkat Pengangguran, dll.

Jadi, APBD Pemkab Padang Pariaman sejak 2005 sampai sekarang selalu mengalami defisit, ini artinya kebutuhan daerah untuk dibiayai sangat banyak dibandingkan kas daerah atau perkiraan penghasilan (PAD) yang akan diterima. Ini hal yang wajar dengan luas wilayah, jumlah kecamatan, jumlah nagari dan jumlah warga yang harus dibiayai oleh APBD.

Menurut informasi yang saya peroleh, sejak lama (sebelum 2005) sampai 2010, APBD Padang Pariaman disusun dengan konsep Anggaran Defisit dan pada akhir anggaran defisit tersebut dapat ditutupi oleh SiLPA, penggunaan cadangan, utang, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Bahkan, pada saat menyusun APBD Perubahan dapat menambah anggaran masing-masing perangkat daerah. Sementara, sejak 2010 sampai sekarang kondisi tersebut tidak pernah terjadi lagi, dalam artian, defisit anggaran APBD tidak pernah bisa ditutupi oleh pembiayaan. Akibatnya apa? Penyusunan APBD selalu terlambat dari jadwal yang ditentukan karena selalu dikembalikan oleh Pemerintah Provinsi setelah diperiksa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bahwa defisit APBD hanya boleh maksimal 3% tidak pernah dipatuhi.

Jika kondisi (kekurangan anggaran) ini oleh setiap stake holder di Pemkab Padang Pariaman sudah semestinya semua lini melakukan pengetatan pengeluaran dan menggiatkan pemasukan. Dibandingkan keduanya (pengetatan pengeluaran dan menggiatkan pemasukan), lebih mudah sebenarnya melakukan pengetatan pengeluaran karena bisa dikontrol dibandingkan menggiatkan pemasukan. Usaha meningkatkan pemasukan terkadang membutuhkan effort atau biaya yang besar. Lebih banyak usaha dan biaya yang dikeluarkan hanya untuk mendapatkan PAD yang tidak sepadan.

Bagaimana caranya mengetatkan pengeluaran? Banyak hal bisa dilakukan, antara lain: mengurangi perjalanan dinas yang tidak perlu, mengurangi pengeluaran ATK, biaya listrik, air, komunikasi, rapat di kantor sendiri atau melalui online/virtual, dll. Gunakan fasilitas seperlunya seperti mematikan AC atau menaikan suhunya, matikan lampu, komputer, dll ketika tidak digunakan.

Terkait upaya pengetatan dalam rangka penghematan anggaran, Bupati Padang Pariaman telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bupati Padang Pariaman Nomor 247/BPKD/2022 tanggal 30 Mei 2022 tentang Pengelolaan Pengeluaran Atas Beban Anggaran Belanja Pada APBD 2022.

Dalam SE tersebut, ada tujuh (7) amanat Bupati kepada seluruh Kepala Perangkat Daerah dan ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman. Amanat tersebut adalah:
  1. Seluruh kegiatan bimtek/sosialisasi/workshop dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar kantor harus mendapat persetujuan pimpinan. 
  2. Membatasi belanja perjalanan dinas, belanja hibah, bantuan sosial dan belanja barang yang akan diserahkan kepada masyarakat.
  3. Melakukan efisiensi belanja pemeliharaan kendaraan dan gedung kantor serta belanja modal yang belum menjadi prioritas tahun 2022.
  4. Melakukan pengendalian atas ketersediaan kas di bendahara pengeluaran.
  5. Melakukan transaksi pengeluaran atas beban anggaran belanja APBD 2022 dengan memperhatikan ketersediaan dana atau Surat Penyediaan Dana (SPD) yang diterbitkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
  6. Bendahara Umum Daerah akan menunda realisasi terhadap SPM/GU/TU/LS untuk Belanja Langsung yang menjadi beban APBD Tahun Anggaran 2022, kecuali untuk kegiatan yang sangat prioritas dan kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus, Dana Insentif Daerah dan mandatory spending lainnya yang menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  7. Melakukan oprimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah.
Coba perhatikan. Dari tujuh amanat Bupati tersebut lima adalah perintah untuk mengendalikan/penghematan/pengetatan pengeluaran sementara hanya satu perintah untuk menambah pemasukan/anggaran.

Lalu, apakah harus seketat itu? Apakah tidak menghambat kinerja kantor? Jika saja disiplin seperti itu dibiasakan maka tidak akan menganggu kinerja kantor. Dalam kondisi kekurangan, sudah seharusnya ketat dalam pengeluaran dan menggiatkan pemasukan.

Pasca diterbitkannya SE (satu bulan lebih dua belas hari, terhitung tanggal 12 Juli 2022) apakah perangkat daerah berwenang sudah melakukan evaluasi terahdap efektivitas SE? Kalau ditemukan ada yang melanggar SE sudahkah diberi peringatan atau sangsi? 

Dalam rangka melakukan pengetatan atau efisiensi penggunaan anggaran daerah itulah Inspektorat melakukan tugas dan fungsinya. Dalam setiap pemeriksaan, audit, reviu dan pengawasan, Inspektorat selalu berorientasi atau menilai efisiensi dan efektifitas kerja suatu organisasi pemerintah sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran.

Apa yang dilakukan Inspektorat sesuai dengan amanat Peraturan Bupati Padang Pariaman Nomor 48 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Inspektorat Pasal 4 (dan juga tercantum dalam draft Revisi Perbup 48/2016) bahwa Inspektur bertugas membantu Bupati dalam membina dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah (aspek pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan), pelaksanaan tugas pembantuan oleh perangkat daerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa serta pelaksanaan  pemeriksaan, pengusutan, pengujian, investigasi, pemantauan, evaluasi, reviu, dan tugas-tugas pembinaan serta pengawasan lainnya (Qatalisator, Quality Assurance dan Consulting).

Terkait dengan tugas dan fungsi Inspektorat sebagai pembantu pimpinan daerah dalam membina dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah agar dapat memantau penggunaan anggaran sesuai dengan aturan yang berlaku, selain melakukan pemeriksaan (audit), pengusutan, pengujian, investigasi, pemantauan, evaluasi, dan reviu, Inspektorat perlu juga melakukan kajian terhadap aturan yang sedang atau yang sudah dilahirkan agar penerbitan aturan tidak menjadi rutinitas belaka atau bahkan hanya sekedar menjalankan mandatori dari aturan yang lebih tingi.

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini