PATUH PADA REGULASI YANG ADA

Oleh: Andri Satria Masri, S.E., M.E.

Melakukan suatu perbuatan yang positif atau keterampilan secara terus-menerus secara konsisten dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga perbuatan atau keterampilan tersebut benar-benar
dikuasai dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Proses ini biasa disebut dengan conditioning. Proses ini akan menjelma menjadi kebiasaan (habit), kebisaan (ability), dan akhirnya menjadi sifat-sifat pribadi (personal traits) yang terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Paragraf di atas penulis copy paste dari sebuah jurnal berjudul "Psikologi Kebahagiaan Manusia" yang ditulis Muskinul Fuad dari STAIN Purwokerto pada Jurnal Komunika, Vol. 9, No. 1, Januari - Juni 2015.

Dalam kasus kecil, conditioning itu tanpa kita sadari telah terjadi pada diri kita dan telah menjelma menjadi habit (kebiasaan), syukur-syukur belum sampai pada tahap personal traits (sifat-sifat pribadi).

Tanpa kita sadari, kita sering melakukan suatu pekerjaan yang sudah menjadi kebiasaan dan kita nyaman mengerjakannya membuat kita enggan dan sulit menggantinya atau mengubahnya dengan cara atau metode yang baru.

Dalam kehidupan sehari-hari, perubahan telah menjadi sunatullah atau ketentuan dari Sang Maha Pencipta. Tidak ada suatu makhluk atau non makhluk yang luput dari hukum perubahan, bahkan energi sekalipun. Hukum Kekekalan Energi menyatakan bahwa energi bersifat tetap/konstan tetapi energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan tetapi dapat diubah atau ditransfer. Walaupun energi bersifat tetap/konstan dia masih bisa diubah menjadi bentuk lain. Berarti energi mengalami perubahan atau transformasi.

Dalam konteks sederhana, penulis ingin mengajak pembaca untuk merenungi suatu conditioning yang terjadi dalam pekerjaan kita sehari-hari di kantor. Lebih spesifik lagi pada kepatuhan kita pada aturan/regulasi yang menjadi dasar/pedoman pekerjaan di kantor.

Ada satu regulasi yang ingin penulis hamparkan dalam tulisan singkat ini. Regulasi ini tidak begitu menjadi perhatian kita karena kebiasaan kita dalam menyusun naskah dinas sudah nyaman dengan nan taralah sesuai yang selama ini kita lakukan.

Peraturan Bupati Padang Pariaman (Perbup) Nomor 21 Tahun 2010 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman

Perbup Tata Naskah Dinas (TND) ini ditandatangani oleh Bupati Padang Pariaman, bapak Drs. H. Ali Mukhni pada tanggal 2 Desember 2010 menggantikan Perbup No. 25 Tahun 2006.

Perbup ini mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 54 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah. Permendgari ini telah diperbaharui oleh Peraturan Kepala Arsip Nasional RI Nomor 2 Tahun 2014.

Perbup TND dibuat dan disahkan penggunaannya adalah sebagai pedoman kita dalam menyusun dan membuat informasi tertulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Pemkab Padang Pariaman dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan. Tujuan TND adalah agar naskah dinas disusun secara tertib, teratur, seragam yang menggambarkan marwah pemerintah dalam mengerjakan tugas rutin dinas.

Jika naskah dinas yang disusun dan terbitkan kemudian didistribusikan kepada alamat tujuan tidak sesuai dengan TND maka untuk apa Perbup dibuat? Kenapa tidak dibiarkan saja OPD berkreasi sendiri membuat naskah dinas sesuai seleranya yang mungkin menggambarkan ciri khas OPD masing-masing?

Hal ini tentu tidak bisa dilakukan karena apa, karena naskah dinas itu harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi permasalahan akibat dari diterbitkannya naskah dinas tersebut. Banyak kasus kita baca di media masa tentang kesalahan pembuatan naskah dinas bahkan berujung kepada masalah hukum.

Berikut, penulis akan menjabarkan sedikit pedoman yang tidak maksimal dijalankan oleh kita di Pemkab Padang Pariaman sesuai Perbup 21 Tahun 2010, sebagai berikut:

1. Penggunaan kertas. Pasal 11 menyebutkan untuk surat-menyurat menggunakan kertas Folio/F4 (215 x 330 mm), untuk makalah, piper dan laporan A4 (210 x 297 mm) dan untuk pidato A5 (165 x 215 mm).

2. Penggunaan huruf. Pasal 12 menyebutkan jenis huruf yang digunakan adalah pica, Arial ukuran 12 point atau disesuaikan dengan kebutuhan (bisa 11 atau 11,5 jika isi surat banyak). Istilah huruf pica di sini bisa diartikan sebagai jenis huruf ukuran akbar, setiap satu inci ketikan menempati sepuluh hentakan atau huruf yang tidak miring kanan (Italic) atau tebal (Bold) kecuali pada kondisi tertentu. Spasi 1 atau 1,5 sesuai kebutuhan.

3. Penulisan nama Bupati dan Wakil Bupati. Pasal 21 memerintahkan pembuat naskah dinas agar nama Bupati dan Wakil Bupati ditulis lengkap dengan gelar pada naskah dinas yang berbentuk surat. Sementara pada produk hukum (Perda, Perbup, Peraturan Bersama Bupati, SK) nama Bupati dan Wakil Bupati tidak memakai gelar.

4. Kop naskah dinas Bupati. Pasal 51 mengamanatkan kepada kita untuk membuat kop surat Bupati dengan format jika naskah dinas berupa produk hukum maka alamat tidak dicantumkan tetapi jika naskah dinas berupa surat biasa, alamat kantor ditulis di bawah tengah badan surat (bukan setelah tulisan BUPATI PADANG PARIAMAN).

5. Kop surat. Pada bagian lampiran Perbup No. 5 disebutkan Bentuk, Ukuran dan Isi Kop Naskah Dinas. Perbandingan huruf pada kop naskah dinas antara tulisan nama pemerintah daerah dan nama OPD adalah 3 : 4. Jika tulisan nama pemerintah daerah dengan huruf Arial 14 point maka tulisan nama OPD dengan huruf Arial ukuran 18 point.

Demikian sekelumit ketidakpatuhan kita dalam mengimplementasikan Perbup TND.

Semoga dengan tulisan singkat ini kembali kita mempedomani regulasi yang sudah dibuat, terlebih regulasi yang berbentuk Peraturan Daerah.

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini