Mirisnya Nasib Atlit Berprestasi

Seorang atlit daerah yang pernah ikut mengharumkan nama daerah menyampaikan keluhannya kepada saya melalui sms.

"Pak, kenapa atlit-atlit berprestasi yang telah mengharumkan nama daerah di tingkat Provinsi dan Nasional tidak diperhatikan oleh Pemda sekarang? Kalau dulu, mereka diangkat jadi pegawai. Kalau sekarang tidak diperhatikan. Sia-sia saja atlit berprestasi, bersusah payah membela daerah," katanya sinis.

SMS di atas saya posting ke halaman Facebook dan mendapat tanggapan yang beragam, antara lain:

Zahirman Kadar: Betul tu Andri Satria Masri, Pemerintah hanya tahu disaat mereka meraih prestasi karena memberikan kebanggaan, namun setelah itu dilupakan. Selaku insan olahraga (Ketua Taekwondo Indonesia Padang Pariaman) kami mengharapkan Pemerintah menjadikan atlet sebagai pahlawan bangsa dengan memperhatikan kehidupan mereka terutama masa depannya dan memberikan penghargaan yg setimpal..

Syafruddin Al: Ajo zahir, ka ambo banyak lo pemerintahbko bajanji. Malah di adok an urang sakampung gai, satalah awak pai, janji ko dibao anok se lai....itulah gaya pemerintah kale, suko manina bobok an rakyat. Jalang pilkada, janji ko diulang lo liak (Ajo Zahir, kepada saya banyak juga pemerintah ini berjanji. Malahan di depan orang sekampung, setelah saya pergi, janji tersebut tidak pernah direalisasikan...itulah gaya pemerintah, suka menina bobok an rakyat. Menjelang Pilkada, jani tersebut diulang kembali).

Tamrin Akuntan: Contoh Nanda Talambenua.

Tomy E. Mhista: Begitu juga dengan qori dan qori'ah terbaik daerah...

Membaca komentar-komentar yang muncul saya menjawab seperti ini:
Menurut saya, pemerintah ada niat untuk memperhatikan orang-orang yang berjasa bagi daerah. Misal seperti atlet berprestasi, qori berprestasi, pemilik tanah yang menghibahkan tanahnya untuk sekolah atau gedung pemerintah, dll. Hanya saja permintaan orang-orang ini adalah ingin jadi pegawai pemerintah minimal mendapat rekomendasi kemudahan menjadi pegawai. Dalam aturan kepegawaian tentu saja hal ini sangat sulit dilakukan. Kalau dulu ada peluang dijadikan PTT, sekarang tidak ada lagi istilah PTT. Dalam UU ASN yang ada adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak disingkat P3K. P3K ini sebenarnya mirip dengan PTT tetapi untuk menjadi P3K harus melalui proses penerimaan yang hampir sama dengan PNS. Kalau dipaksakan juga menerima mereka menjadi pegawai tentu akan menjadi temuan yang sangat merugikan pejabat yg menerima tersebut.

Jawaban saya tersebut kemudian mendapat respon dari:

Zahirman Kadar: Pak Andri Satria Masri, masalah ini bukan hanya di daerah tapi seluruh tanah air. Kalau Pemerintah dan semua pihak punya niat memperhatikan orang-orang yg telah berjasa bagi negeri ini tentu bisa diwujudkan dg merobah regulasi atau membuat aturan baru...Kalau Jokowi mau, pasti bisa..

Akhirnya diskusi tersebut saya simpulkan seperti di bawah ini:
Untuk scope daerah ada beberapa ide solusi yang bisa diterapkan dengan catatan Permintaan untuk menjadi pegawai jelas sangat sulit dilakukan kecuali ada kebijakan dari pusat membolehkan. Bagi qori qoriah lebih tepat diakomodir oleh Kementerian Agama atau LPTQ Kabupaten menjadi pelatih atau pengurus tetap yang diberi gaji/honor tetap. Namun ini perlu diingat, qori qoriah terbaik setiap tahun akan terus muncul dan akan meminta hal yang sama dengan pendahulunya. Untuk atlit berprestasi bisa dijadikan pelatih dg gaji/honor tetap. Ini juga harus mempertimbangkan kemunculan atlit berprestasi setiap tahunnya. Atau bisa saja difasilitasi membuka usaha dg bantuan modal dan pelatihan usaha. Untuk pemilik lahan (sekolah/kantor pemerintah) dibangunkan kedai toko makanan/ATK di samping sekolah/kantor pemerintah plus bantuan modal awal. Dana untak membiayai itu semua bisa dialihkan dari bonus-bonus yang dijanjikan utk yang berprestasi.


Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini