Sulitnya Memberantas Penjualan Produk Bajakan di Indonesia (Analisis Faktor-Faktor Penentu Penawaran)

Oleh: Andri Satria Masri

Aktivitas jual beli produk-produk karya cipta (film, lagu, software, dll) hasil bajakan di Indonesia semakin hari semakin marak dan sangat meresahkan semua pihak baik pemerintah, produsen, distributor, terlebih lagi individu pencipta atau kreator produk bersangkutan.

Aktivitas yang tidak bertanggung jawab ini tidak hanya sekedar meresahkan saja tetapi sudah masuk kepada tingkat merugikan dari segi moril dan materil. Bagi pemerintah, aktivitas ini telah mengurangi target pemasukan dana segar bagi kas negara karena luput dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPn). Kerugian yang diderita negara ini salah satunya bisa dibaca dalam pemberitaan Kantor Berita Antara dalam situsnya www. antara.co.id tanggal 3 Juli 2007 yang berjudul: “Dua Pabrik VCD Bajakan Skala Besar Digerebek”:

Akibat dari aktivitas bajak membajak ini, Indonesia dikenal sebagai negara pembajak produk-produk hasil karya cipta paling tinggi di dunia oleh produsen dan kreator produk karya cipta dari luar negeri, seperti bos besar Microsoft: Bill Gates.
Melalui berbagai inovasi dan didukung modal yang besar, Bill Gates mencoba berbagai cara untuk melindungi produk software-nya. Sementara produsen dan kreator lemah hanya bisa pasrah bahkan putus asa menghadapi aksi pembajakan yang sudah tidak terkendali lagi. Sebagian kecil terang-terangan menyatakan berhenti berkarya, sebagian lagi sudah lama tidak memproduksi tanpa pemberitahuan kepada penggemar setianya.

Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk memberantas produksi dan peredaran barang-barang bajakan. Mulai dari penerapan legal formal melalui Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), penegakan hukum dengan ancaman sangat berat, himbauan kepada pelaku pembajakan supaya tidak memproduksi, himbauan kepada penjual untuk tidak menjual barang bajakan, himbauan kepada konsumen untuk tidak membeli barang bajakan, penangkapan dan lain sebagainya.

Seperti yang diungkap oleh Menteri Perdagangan RI, Mari Pangestu yang diekspos oleh Antara News dalam situsnya pada tanggal 19 Februari 2008, diakui bahwa pemerintah telah berupaya menurunkan tingkat pelanggaran hak cipta yang terjadi. Beliau juga menyebutkan bahwa 49 persen pelanggaran hak cipta di Indonesia sudah ditangani secara hukum. Dari 705 kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi selama 2007, maka sudah 346 kasus diselesaikan. Namun ia mengingatkan pula bahwa hingga saat ini ada sekitar 2,1 juta keping film dan musik yang sudah dibajak dan dipalsukan.

Tetapi jumlah produksi barang bajakan dan penjual barang bajakan tetap saja banyak bahkan seperti tidak terbendung dan semakin canggih karena didukung dengan teknologi komputerisasi akibatnya pemerintah seperti putus asa menghadapinya, coba lihat di bibir Jalan Hayam Wuruk, depan Harco Glodok, Jakarta Barat, di sana barang-barang itu masih dijual terang-terangan.

Para pedagang umumnya buka dari pukul 09.00-18.00 WIB. Sebagian adalah pedagang kaki lima dan sebagian lagi menjual secara khusus di toko-toko. Ada sekitar 30 pedagang kaki lima yang menjual barang bajakan itu, mulai dari depan blok A-D Harco Glodok, dan di pinggir Jalan Pinangsia Raya. Sementara itu, ada sekitar 65 toko rata-rata berukuran 3x4 meter, yang menjual barang-barang bajakan itu. Mereka menempati lahan di belakang blok D Harco Glodok.

Harga yang dipatok cukup beragam. Untuk DVD dijual antara Rp 3.000-5.000,-. Sementara untuk VCD dan MP3, dengan uang Rp 10.000 pembeli bisa mendapatkan tiga sampai lima keping. Hingga saat ini tampaknya polisi belum menyentuh mereka sehingga timbul kesan penjual DVD dan VCD bajakan ini seperti legal karena menempati toko-toko yang permanen dan bersih dan aman dari incaran pihak berwajib.

Ilmu ekonomi berpandangan apapun yang dilakukan seseorang atau sekolompok orang umumnya dilakukan berdasarkan untung rugi, dengan kata lain, ilmu ekonomi berpandangan bahwa produsen bertindak rasional. Produsen, dalam hal ini penjual, barang bajakan akan tetap melakukan aktivitasnya selama mereka masih mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Karena dengan hanya mengontrak satu atau dua petak toko di Glodok dan selama konsumen masih menyukai dan hanya mampu membeli barang bajakan yang harganya relatif murah dibandingkan barang aslinya sudah bisa meraup keuntungan yang berlipat ganda. Tindakan penjual ini bisa dijelaskan dengan teori ekonomi, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran.

Untuk memperjelas pembahasan, kita fokuskan pembahasan pada kegagalan memberantas aksi penjualan produk bajakan. Kegagalan tersebut membawa kepada pertanyaan, “Sulitnya memberantas penjualan produk bajakan di indonesia?” Dari sudut pandang ilmu ekonomi, jawabannya sangat jelas, yaitu melalui analisa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, diantaranya:
a. Harga faktor produksi. Turunnya harga faktor produksi, seperti harga bahan baku yang menurun, akan menyebabkan penjual menjual outputnya lebih banyak dengan jumlah anggaran yang tetap. Penurunan salah satu harga faktor produksi ini juga akan meningkatkan laba perusahaan. Apabila tingkat laba suatu penjualan sangat menarik dan menggirukan, si penjual akan tidak akan pindah ke usaha lain, dan hal ini akan mengakibatkan bertambahnya penawaran barang.
b. Biaya produksi. Turunnya harga input, sebenarnya juga menyebabkan turunnya biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi menurun (apakah dikarenakan turunnya harga faktor produksi atau penyebab lainnya), maka penjual akan menaikkan jumlah penjualannya, berarti penawaran barang itu semakin bertambah.
c. Teknologi produksi. Kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, dan menciptakan barang-barang baru. Contoh sederhana bisa dilihat dari usaha penjual yang menjual produk yang menggabungkan lebih dari dua judul film dalam satu disk. Untuk produk lagu dengan mengumpulkan semua lagu-lagu populer dalam satu disk atau cukup dengan teknologi MP3/MP4 ratusan lagu bisa dinikmati.
d. Jumlah penjual. Apabila jumlah penjual barang bajakan semakin banyak, maka penawaran barang tersebut akan bertambah.
e. Tujuan penjual. Tujuan dari penjual barang bajakan adalah memaksimumkan laba dengan memperkecil biaya variable lainnya seperti membayar PPn, perizinan, royalty, dll.
f. Kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah juga mempengaruhi penawaran barang bajakan, misalnya dari segi PPn. Di Indonesia, produk hasil karya cipta dikenakan PPn relatif tinggi. Akibat dari pengenaan PPn ini harga jual produk karya cipta ikut tinggi sehingga menurunkan minat konsumen untuk membeli barang tersebut.

Selain dari beberapa faktor yang mempengaruhi penwaran tersebut, kasus maraknya penjualan barang-barang hasil bajakan ini juga bisa dilihat dari segi faktor-faktor yang mempegaruhi permintaan. Tetapi yang lebih dominan penyebab sebenarnya adalah dari rendahnya daya beli masyarakat. Rendahnya daya beli ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. Dengan tingkat pendapatan yang rendah, masyarakat akan berpikir rasional untuk membelanjakan uangnya. Apabila mereka tidak bisa lagi membendung hasratnya untuk menonton dan mendengarkan karya cipta artis favoritnya “terpaksa” mereka membeli DVD atau VCD bajakan dengan harga murah sedikit mengorbankan cita rasa pada mutu produk.

Seandainya tingkat pendapatan masyarakat tinggi yang ditunjukkan dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi, maka masyarakat secara rasional akan berpikir untuk memuaskan cita rasanya terhadap karya cipta favoritnya melalui produk-produk asli karena mutu produk yang baik. Tingkat pendapatan yang baik akan meningkatkan pula pola konsumsi ke arah yang lebih baik.

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini