Perjalanan Panjang Penyusunan Rancangan Perda Kab. Padang Pariaman tentang Penanaman Modal

Oleh: Andri Satria Masri

Pendahuluan

Tulisan ini memaparkan perjalanan panjang proses penyusunan sebuah kebijakan dalam bidang ekonomi Kabupaten Padang Pariaman dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda).

Rencana penyusunan Ranperda yang diberi nama sama dengan UU No. 25 tahun 2007, Penanaman Modal, ini sudah mulai digagas sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah namun sampai terbitnya revisi UU 25/1999 menjadi UU No. 32 tahun 2004, gagasan tersebut belum sempat direalisasikan. Baru pada tahun 2007, rencana penyusunan Ranperda Penanaman Modal tersebut masuk dalam daftar kegiatan Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Padang Pariaman dan mendapatkan anggaran dari APBD Kabupaten Padang Pariaman 2007.


Latar Belakang Penyusunan Ranperda Penanaman Modal
Sejak diberlakukannya otonomi daerah melalui UU No. 22 tahun 1999, setiap daerah propinsi dan kabupaten/kota berlomba-lomba berbenah diri dari berbagai bidang kehidupan.

Dengan merujuk kepada UU tersebut, semua daerah berupaya mengenjot perekonomian dengan menerbitkan perda-perda yang dapat meningkatkan kas daerah terutama pajak dan retribusi daerah. Maka lahirlah banyak perda pajak dan retribusi daerah yang sangat memberatkan dunia usaha khususnya.

Disebabkan banyaknya keluhan dan kritikan terhadap UU ini, maka tidak berapa lama kemudian UU ini direvisi dan lahirlah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemrintahan Daerah.

Dalam UU yang baru ini disebutkan bahwa “urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota dan salah satunya meliputi pelayanan administrasi penanaman modal” (Pasal 14 ayat 1 huruf n). Sebagai penjabaran pasal ini, maka diterbitkanlah Undang-Undang Penanaman Modal yang baru, yaitu UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

UU 25/2007 ini merupakan hasil revisi dari UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Jadi UU 25/2007 ini adalah hasil revisi dari UU yang sudah 30 tahun berlaku serta gabungan dari dua UU yang mengatur masalah penanaman modal.

Bagi daerah, dengan merujuk UU 32/2004 dan UU 25/2007 ini, menjadi dasar yang sangat kuat bagi daerah untuk mengejewantahkannya dalam peraturan yang lebih rinci di daerah masing-masing melalui sebuah peraturan daerah. Seperti dapat kita baca dalam Bab XIII Pasal 30 antara lain disebutkan bahwa penyelenggaraan urusan penanaman modal adalah urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman menetapkan untuk menyusun sebuah kebijakan yang mengatur tata cara penanaman modal di Kabupaten Padang Pariaman.

Perda Penanaman Modal ini pada dasarnya membuka ruang yang cukup bagi dunia usaha. Tuhan menciptakan alam semesta ini untuk dikelola dan diusahakan demi kemaslahatan umat manusia, sehingga banyak sekali atau pada umumnya bidang usaha terbuka bagi penanam modal.

Perda Penanaman Modal itu memang sengaja membuka dan memberi kesempatan berusaha dengan kepastian hukum yang lebih kuat. Justru di sinilah letak filosofi dasar dari perda ini yang diharapkan bersifat instrumental bagi penanaman modal, bukan sebaliknya justru menjadi penghambat dunia usaha. Tentu harapannya kemudian adalah tambahan investasi yang lebih besar agar perekonomian daerah bertambah baik. Pada gilirannya, pertambahan investasi dan dinamika ekonomi tersebut dapat menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan karena anggaran pemerintah tidak cukup untuk mengatasi dua hal tersebut.

Sebagai salah satu daerah otonom yang telah mengalami pengurangan wilayah, melalui pemekaran Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman kembali berupaya melakukan perencanaan peningkatan perekonomian daerah dengan memanfaatkan peluang penanaman modal melalui penyusunan Ranperda Penanaman Modal. Rencana penyusunan perda ini kemudian diserahkan tanggung jawab koordinasinya kepada Sekretariat Daerah Bagian Perekonomian melalui pembentukan suatu Tim Penyusunan Ranperda Penanaman Modal yang terdiri dari:
1. Sekretaris Daerah
2. Asisten Ekonomi dan Pembangunan
3. Kepala Bagian Perekonomian
4. Kepala Bagian Hukum
5. SKPD terkait dalam hal penanaman modal
Rencana penyusunan Perda ini sebelumnya telah didahului dengan penerbitan buku Prosedur Tetap (Protap) Penanaman Modal Kabupaten Padang Pariaman. Protap ini berisi aturan teknis tata cara melakukan penanaman modal di wilayah administrasi Kabupaten Padang Pariaman. Alasan protap ini dibuat adalah guna mengisi kekosongan aturan hukum dalam bidang penanaman modal karena protap yang dikeluarkan dengan Peraturan Bupati bisa cepat diterbitkan disbanding menunggu Perda Penanaman Modal yang berkemungkinan lama selesainya penyusunannya.

Stakeholder yang Berkepentingan dalam Penyusunan Suatu Perda

Dalam rangka penetapan dan pelaksanaan aturan (Perda) tersebut terdapat tiga stakeholder/komponen yang terlibat, yaitu masyarakat, Pemerintah daerah dan DPRD. Perumusan kebijakan, menurut berbagai macam teori, sebaiknya melibatkan masyarakat karena kebijakan yang akan dilahirkan pada umumnya sangat berkenaan dengan masyarakat terutama perda yang berisi tentang pajak atau retribusi.
Dalam sebuah workshop DPRD Kabupaten Bekasi di Bandung tanggal 27 Agustus 2008, Dadang Solihin menyampaikan cara pembentukan kebijakan daerah:
dengan memperhatikan asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
1. Asas Kejelasan Tujuan:
Harus mempunyai tujuan yang jelas dan hendak dicapai.
2. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentuk yang tepat:
• Harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.
• Dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga atau pejabat atau peraturan yang lebih tinggi.
3. Asas Kesesuaian Muatan antara Jenis dan Materi Muatan
Harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya
4. Asas Dapat Dilaksanakan:
Karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
5. Asas Kejelasan Rumusan:
• Harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi,
• Bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
6. Asas Keterbukaan:
Dalam proses perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan seluruh lapisan masyarakat perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengetahui dan memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
7. Asas Tata Susunan Peraturan Perundang-undangan atau lex superior derogate lex inferiori:
Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
8. Asas lex specialis derogate lex generalis:
Peraturan perundang-undangan yang lebih khusus mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum
9. Asas lex posterior derogate lex priori:
Peraturan perundang-undangan yang lahir kemudian mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lahir terlebih dahulu jika materi yang diatur peraturan perundang-undangan tersebut sama.
10. Asas Keadilan:
Setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.
11. Asas kepastian hukum:
Setiap peraturan perundang-undangan harus dapat menjamin kepastian hukum dalam upaya menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
12. Asas Pengayoman:
Setiap peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
13. Asas Mengutamakan Kepentingan Umum:
Dalam peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keseimbangan antara berbagai kepentingan dengan mengutamakan kepentingan umum.
14. Asas Kenusantaraan:
Setiap peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari sistem hukum nasional berdasarkan kesatuan wilayah Indonesia atau wilayah tertentu sesuai jenis peraturan perundang-undangan
15. Asas Kebhinekatunggalikaan:
Materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, sistem nilai masyarakat daerah khususnya yang menyangkut masalah-masalah yang sensitive dalam kehidupan masyarakat.
Memperhatikan asas-asas tersebut, ranperda Penanaman Modal Kabupaten Padang Pariaman pun disusun dengan tahapan rencana sebagaimana disampaikan Dadang Solihin berikut:
1. Identifikasi isu dan masalah
2. Identifikasi legal baseline atau landasan hukum dan bagaimana perda baru dapat menyelesaikan masalah
3. Penyusunan naskah akademik
4. Penulisan ranperda
5. Penyelenggaraan konsultasi publik (revisi ranperda dan apabila diperlukan melakukan konsultasi publik tambahan)
6. Pembahasan di DPRD
7. Penetapan ranperda

Dalam penyusunan perda, Dadang juga mengingatkan:
1. Menghindari pemberian kewenangan yang berlebihan;
2. Menghindari pengaturan dan persyaratan yang tidak perlu, berlebihan, dan sulit diterapkan;
3. Mengakomodasi ketetapan yang bersifat transparan, akuntabel, dan melewati proses pengambilan keputusan yang benar;
4. Melibatkan tokoh masyarakat setempat;
5. Menyelenggarakan proses pelibatan publik yang luas;
6. Meningkatkan efektivitas mekanisme penegakan hukum.
Mengacu dari apa yang disampaikan Dadang Solihin di atas, maka Tim Penyusunan Ranperda Penanaman Modal Kabupaten Padang Pariaman telah melalui tahapan-tahapan dimaksud, antara lain:
1. Identifikasi isu dan masalah
Sejak lahirnya UU No. 22/1999 dan UU 32/2004, Kabupaten Padang Pariaman belum memiliki payung hukum yang khusus di bidang penanaman modal, yang ada baru perda perizinan yang tidak memuat secara detil tata cara dan mekanisme penanaman modal di wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Keadaan ini membuat iklim penanaman modal di kabupaten ini tidak begitu menarik karena tidak adanya kepastian hukum yang kuat untuk melindungi penanam modal.

2. Identifikasi legal baseline atau landasan hukum dan bagaimana perda baru dapat menyelesaikan masalah
Landasan hukum utama yang dipakai dalam penyusunan ranperda ini adalah UU 32/2004 dan UU 25/2007. Namun sayangnya, baik UU 32/2004 dan UU 25/2007 belum memiliki Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjuk pelaksanaan dari kedua UU ini maka penyusunan ranperda ini menjadi sangat terkendala, apalagi (sebagai kabupaten yang musti merujuk perundang-undangan di tingkat propinsi) perda penananman modal di tingkat propinsi sampai saat ini pun belum selesai digarap, maka perda Kabupaten Padang Pariaman terhambat untuk diselesaikan.

3. Penyusunan naskah akademik
Pada tahapan ini, Tim Penyusunan Ranperda sepertinya terlupakan karena tidak pernah dalam rapat-rapat disebut-sebut. Hal ini bisa jadi disebabkan karena sudah “menjadi kebiasaan” di Kabupaten Padang Pariaman bahwa setiap perda yang dihasilkan tidak disertai dengan naskah akademiknya. Apabila ditanyakan akar penyebabnya bisa jadi karena piha DPRD sendiri tidak pernah menanyakannya.

4. Penulisan ranperda
Memasuki tahap penulisan ranperda ini, berdasarkan UU 25/2007 maka telah dirampungkan ranperda Penanaman Modal Kabupaten Padang Pariaman dengan memuat 11 Bab dan 23 Pasal. Rumusan ini sementara ini adalah hasil dari pembahasan Tim Penyusunan setelah mempelajari UU 25/2007 dan hasil dari studi banding ke beberapa daerah di Propinsi Sumatera Barat yang telah lebih dahulu merumuskan perda semacam ini. Ditambah dengan konsultasi awal dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat.

5. Penyelenggaraan konsultasi publik (revisi ranperda dan apabila diperlukan melakukan konsultasi publik tambahan)
Setelah konsep ranperda ini selesai ditulis maka dilakukanlah konsultasi public dengan melaksanakan workshop Ranperda Penanaman Modal dengan mengundang seluruh stakeholder di Kabupaten Padang Pariaman dan menghadirkan pembicara dari Badan Koordinasi dan Promosi Penananam Modal Daerah (BKPPMD) Propinsi Sumatera Barat serta dari kalangan akademisi, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang. Dari workshop ini Tim Penyusun mendapat masukan-masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan penyusunan ranperda.

Karena dipandang perlu lebih mempertajam hasil workshop, Tim Penyusun merasa perlu melakukan konsultasi publik tambahan maka diadakanlah konsultasi dengan pihak akademis dari Universitas Andalas.
Sampai pada tahapan ini, penyusunan ranperda terpaksa berhenti karena waktu yang tersedia sudah habis karena memasuki tahun anggaran baru (2008).

Penutup
Dalam tahapan penyusunan suatu kebijakan ekonomi dalam bentuk produk hukum, banyak faktor yang harus dipertimbangkan, karena, seperti yang dikemukakan Dadang Solihin, bahwa setiap kebijakan yang diambil akan sangat besar pengaruhnya bagi setiap pihak yang berkepentigan.

Salah satu faktor yang sangat penting di perhatikan adalah faktor legal baseline atau landasan hukum. Karena dengan memperhatikan faktor ini maka daerah dapat menghemat biaya dan tenaga dalam penyusunan suatu kebijakan.

Apabila faktor ini tidak diperhatikan maka kebijakan yang telah disusun dalam suatu produk hukum akan menjadi terbuang sia-sia apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya (Perda Propinsi, PP atau UU), karena berpotensi dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Namun, di pihak lain, akibat harus berpatokan kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, menyebabkan dinamisasi daerah dalam berinovasi menjadi terhambat apabila peraturan yang lebih tinggi tersebut belum terbit-terbit juga. Kasus seperti ini banyak muncul belakangan ini seperti PP dari UU 25/2007, PP dari UU Kewenangan Daerah atau bahkan PP dari UU 32/2004 sendiri sebagai induk dari perundang-undangan otonomi daerah.

Keadaan inilah yang menyebabkan Ranperda Kabupaten Padang Pariaman tentang Penanaman Modal sampai saat ini belum juga selesai disusun oleh Tim Penyusun, karena Perda serupa di tingkat propinsi belum selesai. Perda Propinsi belum selesai karena belum lengkapnya PP dari UU 25/2007. PP dari UU 25/2007 belum tuntas karena UU 25/2007 sendiri masih banyak menuai kritikan plus kesibukan masing-masing pihak yang berkepentingan dalam menerbitkan aturan-aturan tersebut.

Sebagai kebijakan di bidang ekonomi tentu hal ini akan membuat preseden yang tidak baik bagi peningkatan perekonomian daerah, untuk itu perlu perhatian dari semua pihak untuk bisa memprioritaskan bidang-bidang tertentu dalam kaitan penyusunan kebijakan ekonomi ini dalam bentuk produk hukum, terlepas persoalan ada atau tidaknya unsure politik di dalamnya.


DAFTAR REFERNSI:

1. Solihin, H. Dadang, Drs, MA, Perumusan Kebijakan Daerah, slide workshop DPRD Kabupaten Bekasi, Bandung, 27 Agustus 2008.
2. Ranperda Kabupaten Padang Pariaman tentang Penanaman Modal (belum disahkan)
3. Modul Kuliah Aspek Hukum Dalam Kebijakan Ekonomi

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini