Analisa Kebijakan terhadap Perda Propinsi Banten No. 42 Tahun 2002 tentang Pengujian Hasil Hutan Kayu


Oleh: Andri Satria Masri, Irawan Susanto, Rubidiyanti Dominica dan Ten Nova

Propinsi Banten adalah hasil pemekaran dari Propinsi Jawa Barat yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Banten dengan wilayah meliputi Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Serang, dengan ibukotanya Serang, memiliki luas sekitar 9.683,48 Km2 .

Dari luas wilayah sekitar 9.683,48 Km2 (± 968.348 ha) terdapat hamparan hutan seluas 78.649,61 ha (2003) atau sekitar 8, 12%. Sementara itu, hutan produksi mengalami peningkatan dari 53.533,60 ha pada tahun 2003 menjadi 72.295,47 ha hingga tahun 2004, yang terdiri dari : 42.537,55 ha hutan produksi tetap dan 29.757,92 ha hutan produksi terbatas.

KARAKTERISTIK PENDUDUK
Penduduk Provinsi Banten sebagian besar adalah suku bangsa Sunda dan Baduy. Suku Baduy merupakan suku asli Banten yang masih menjaga tradisi anti modernisasi. Suku Baduy-Rawayan tinggal dikawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 ha di daerah Kenekes. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak, tidak boleh diakui sebagai hak milik pribadi.

ISU-ISU STRATEGIS PROVISI BANTEN :
1. Permasalahan Kemiskinan dan Sosial
2. Pendidikan dan Kesehatan
3. Pengembangan Ekonomi Daerah dan Masyarakat
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka perlu peningkatan pembangunan ekonomi dalam berbagai aspek yaitu pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam daerah secara bertanggungjawab
4. Sarana dan Prasarana Wilayah
5. Penataan Ruang, Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup
Pelaksanaan pembangunan seringkali mengabaikan daya dukung lingkungan, sehingga dalam jangka waktu tertentu terjadi berbagai kerusakan dan menurunnya kualitas lingkungan baik darat, udara dan air. Aspek yang menjadiperhatian pengelolaan sumber daya alam yang bertanggungjawab, pengelolaan sumber daya air yang baik, penanganan lahan kritis, penanganan berbagai pencemaran/kerusakan didarat, air dan laut, pengelolaan persampahan dan limbah.
6. Pengembangan Kawasan
7. Pemerintahan yang Baik dan Bersih

Latar Belakang Munculnya Kebijakan
Berdasarkan kondisi umum , karakteristik penduduk, isu-isu strategis Propinsi Banten serta dengan mengacu kepada UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemda Pasal 10 ayat (1); dimana disebutkan “Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan perundang-undangan”.

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan kehutanan. Salah satu kegiatan pengendalian peredaran hasil hutan adalah kegiatan pengujian hasi hutan terhadap permohonan penerbitan dokumen legalitas hasil hutan berupa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan atau Daftar Pengangkutan Pengganti.
Sebagai daerah baru hasil pemekaran maka Pemda Propinsi Banten membutuhkan banyak dana untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah melalui retribusi.

Pemda Provinsi Banten memanfaatkan celah dalam rangka mengawasi hutan untuk memungut retribusi pengujian hasil hutan. (UU 22 tahun 1999 Pasal 10 ayat 1).

DASAR HUKUM PEMBUATAN PERDA
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Poin-Poin Perda No 42 Tahun 2002
1. Yang dimaksud dengan pengujian hasil hutan kayu dalam Perda ini adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari pemeriksaan legalitas pemilikan, penguasaan dan pengangkutan hasil hutan, pengukuran dan penetapan jenis hutan kayu (Pasal 1).
2. Kegiatan Pengujian hasil hutan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pengendalian peredaran hasil hutan yang dilaksanakan daerah yang bertujuan untuk melindungi hak-hak negara atas hasil hutan dan kelestarian hutan (Pasal 1).
3. Pengujian hasil hutan dilakukan terhadap setiap permohonan penerbitan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) atau Daftar Pengangkutan Pengganti (DPP). SKSHH adalah dokumen yang berfungsi sebagai legalitas pengangkutan penguasaan atau pemilikan hasil hutan kayu (Penjelasan Pasal 1).
4. Setiap hasil hutan kayu yang masuk, beredar dan keluar daerah, wajib disertai dan dilengkapi bersama – sama dengan SKSHH (Pasal 2)
5. Poin-Poin Perda No 42 Tahun 2002 (Lanjutan)
6. Setiap orang dan atau badan hukum yang akan mengedarkan hasil hutan kayu wajib mengajukan permohonan pengujian hasil hutan kayu dengan dilengkapi dokumen SKSHH; (2) Tata cara permohonan pengujian hasil hutan kayu diatur dengan keputusan Gubernur (Pasal 3 ayat 1).
7. Subjek retribusi adalah perorangan atau badan hukum yang memerlukan pelayanan pengujian hasil hutan kayu; Objek retribusi adalah jasa pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah berupa pelayanan pengujian hasil hutan kayu; Retribusi pengujian hasil hutan kayu digolongkan sebagai retribusi jasa umum (Pasal 6 ayat 1, 2, 3).
8. Setiap pengujian hasil hutan dikenakan retribusi sesuai jenis kelompok hasil hutan yang diperiksa (Pasal 8).

Tujuan Perda No. 42 tahun 2002
Berdasarkan uraian diatas, Peraturan Daerah ini mempunyai tujuan pokok antara lain :
Peredaran hasil hutan di Propinsi Banten berjalan dengan tertib, lancar dan efisien.
Sebagai pengamanan terhadap berbagai kepentingan negara seperti kelestarian hutan, pendapatan asli daerah, dan pemanfaatan hasil hutan secara optimal
Sebagai upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat.
Mendorong laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Banten

Dampak Positif dan Negatif Dari Perda No. 42 Tahun 2002
No Dampak Positif Dampak Negatif
1. Adanya tambahan pendapatan asli bagi daerah Adanya high cost economy bagi para pengusaha karena bertambahnya iuran maupun pungutan
2. Pengawasan hutan Terjadi tumpang tindih peraturan antara daerah dengan pusat
3. Upaya pelestarian lingkungan Pembuatan Perda ini menjadi sia-sia karena hanya berlaku selama 5 tahun.
4. Menjaga lingkungan komunitas masyarakat asli (Baduy)

Dibatalkan Melalui Kepmendagri No. 142 tahun 2007
Setelah diberlakukan selama 5 tahun (18 Desember 2002 s/d 1 Nopember 2007) akhirnya Perda ini dibatalkan oleh Mendagri melalui Kepmen No. 142 tahun 2007 dengan alasan bertentangan dengan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, karena:
1. Terhadap pemberian izin pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan telah dikenakan pungutan dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, bahwa iuran pemanfaatan hutan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari sumber daya hutan, terdiri dari:
• Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH);
• Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); dan
• Dana Reboisasi (DR).

2. Kegiatan pemeriksaan, pengukuran dan pengujian hasil hutan bersifat administrasi dan telah termasuk dalam SKSHH yang merupakan kewenangan Pusat.

SARAN DAN KESIMPULAN
1. Kalau dilihat secara komprehensif peraturan-peraturan (UU 22-1999, 41-1999 dan 34-2000) yang melatarbelakangi lahirnya Perda ini, ada kesalahan persepsi dalam menafsirkannya antara Pemda Propinsi Banten dengan Departemen Dalam Negeri dalam hal kewenangan pengurusan sumberdaya alam berupa hasil hutan.
2. Tetapi perlu diingat bahwa dalam pembuatan Peraturan Daerah harus mengacu pada peraturan yang lebih tinggi (tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi).
3. Dalam pembuatan Perda perlu dihindari pengenaan pajak dua kali terhadap obyek pajak yang sama
4. Walaupun dalam UU No 41 tahun 1999 pasal 4 dibunyikan: “Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat ” tetapi sebaiknya melibatkan pemerintah daerah dalam hal pengawasan.
5. Bagi Pemerintah Provinsi Banten ada alternatif pengganti penerimaan pendapatan yaitu pemanfaatan hasil hutan non kayu yang potensinya sangat besar (beberapa penelitian menyebutkan bahwa nilai hutan dari hasil kayu hanya 7 persen, sementara selebihnya berasal dari hasil hutan non kayu). Hasil hutan non kayu yang cukup potensial antara lain adalah rotan, tanaman obat-obatan, dan madu.
6. Dengan dibatalkannya Perda ini oleh Mendagri maka Pemda Propinsi Banten tidak lagi melakukan penarikan retribusi karena bukan menjadi wewenangnya tetapi adalah wewenang Pemerintah Pusat sesuai dengan UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Posting Komentar

0 Komentar

Instructions

Berlangganan Melalui E-mail

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan artikel terbaru saya:

Web Analytics

Lokasi Pengunjung Hari Ini